Postingan kali ini akan membahas pendapat gue tentang kasus penganiayaan kepada awak kabin yang santer diberitakan beberapa peKan yang lalu. Gue telat banget ya? Beritanya kapan, dibahasnya kapan. Tapi gak masalah. Ibarat roti mungkin udah jamuran kali yah? Tapi gak papah. Gue tertarik untuk membahasnya memang setelah ada yang menanyakan pendapat gue melalui akun twitter. Ayo, yang ngerasa nanyain gue, ngacung disini!
Gue, selama 1,5 tahun belakangan ini belum pernah mendapat tindakan penganiayaan dari penumpang gue. Yah, kalo sekedar dimaki-maki sih udah sering BANGET sih. Gak usah ditanya kalo itu. Masalah bagasi, masalah delay, masalah tempat duduk yang beda-beda, dan lain-lain. Tapi syukur lah, kalo masalah cara menegur penumpang yang menggunakan handphone, gue belum pernah mendapat complain apalagi sampai digampar segala.
Mari kita bahas kejadian pemukulan pejabat Babel (you know who lah yaa) yang dilakukan kepada seorang pramugari bernama Mbak Sri (Sri gue ambil dari nama maskapainya, gue bingung mau menyamarkan namanya jadi apa). Menurut gue, apa yang dilakukan oleh pejabat Babel itu salah banget! Iyalah! Gak pake embel-embel pejabat aja, tindakan yang beliau lakukan akan menjadi berita besar, sekarang ditambah lagi dengan profesi yang disandangnya. Dia seorang pejabat loh. Tentu kejadian ini mencoreng juga nama profesinya. Bagaimana bisa seorang aparatur pemerintah melakukan tindakan kekerasan di public area hanya karena ia ditegur menggunakan handphone. Jadi wajar donk gue bilang dia salah banget? Pertama, doi mukul si Mbak Sri itu. Kedua, doi nyalain handphone di dalam pesawat. Ada undang-undangnya kok, dan biasanya bisa kita lihat di seatpenumpang dihadapan kita.
Tapi, mari kita membuka mata lebih lebar. Gue percaya banget sama hukum aksi-reaksinya Newton. Yap, bisa gue sebut juga sebagai hukum sebab-akibat. Kenapa lo sakit hati? Ya karena laki lo bajingan. As simple as that. Orang yang bertindak tanduk tanpa alasan yang jelas Cuma orang gila. Ya gak sih? Kalo lo liat orang gak pake baju ditengah jalan dan nyebrang gak liat kiri kanan, pas diteriakin malah cengar-cengir gak karuan, gue yakin dia orang gila. Coba lo teriakin ‘WOI, GILA LO YA?!’ gue yakin banget reaksi dia Cuma cengar-cengir sambil unjuk pantat. Gak nyambung? Begitulah orang gila.
Apa hubungan orang gila sama kasus Mbak Sri dan pejabat Babel ini? Gak ada sih. Gue juga ga ngerti kenapa jadi ngelantur ke orang gila. Tapi yang jelas, gue percaya banget kalo Bapak yang kumisnya CETAR itu bukan orang gila. Mungkin gue dan dia ada keterikatan ayah dan anak, itu gue gak tau. Mungkin gue dan dia ada hubungan masa lalu yang tidak bisa diungkap media infotainment. Yah mungkin. Tapi gue YAKIN BANGET dia bukan orang gila. Jadi kalo dia bertindak selancang itu, gue yakin pasti ada alasannya.
Bisa jadi, Pak pejabat kita itu lagi galau tingkat dewa ntah karena permasalahan rumah tangga atau keuangan, sehingga ia yang stress berat itu jadi bertindak sangat emosional. Mungkin juga ditambah delay sementara dia ada jadwal meeting yang sangat memburunya. Gue juga kalo ada di posisi dia, bukan gak mungkin gue bakal maki-maki pramugari yang saat itu ada di penerbangan gue. Tapi kalo sampe ngegampar gue sih mikir-mikir ya. Hukumannya berat bok!
Nah, gue sempet nonton berita dan menyimak ketika Mbak Sri menceritakan kronologis kejadian pemukulan itu. Kalo gak salah inget, setelah beberapa kali ditegur karena terus menerus menggunakan handphone di dalam pesawat, Pak pejabat malah memaki-maki si Mbak Sri dan Mbak Sri menanggapinya dengan kalimat yang kurang lebih seperti ini ‘astaga Bapak? Kenapa Bapak kasar sekali? Saya hanya mengingatkan Pak.’
Gue, sebenarnya kurang setuju dengan cara penyampaian Mbak Sri pada poin itu. Cara menegur sebelumnya gue gak tau karena saat itu gak dijelaskan secara rinci. Gue beberapa kali menemukan penumpang bandel sejenis Pak pejabat, tapi gue belum pernah berani hingga mengomentari seperti demikian. Kenapa? Gue takut dituntut balik. Bisa aja dia complain ke perusahaan gue dan bilang ’tadi pramugari kalian negur gue dan ngatain gue kasar! Gue mau dia dipecat!’
Yah, mungkin tindakan yang diberikan gak akan sampai se-extreme itu. Tapi yang jelas, complain penumpang terhadap pramugari itu sangat diperhatikan oleh perusahaan gue. Beberapa kasus senior dan junior gue ada yang di grounded (tidak diterbangkan sementara atau semacam skorsing kalo dijaman sekolah) karena complaindari penumpang. Ada yang karena gak mau angkat barang penumpang. Isi complainnya kira-kira seperti ini : pramugari di penerbangan … atas nama … menolak untuk mengangkat bagasi saya dengan bahasa yang tidak sopan. Ia malah meminta saya seperti ini ‘angkat sendiri aja Bu. Saya bukan porter!’
Gue beberapa kali memang menolak untuk mengangkat barang penumpang untuk beberapa alasan seperti, gue melihat penumpang gue mampu untuk mengangkat barangnya sendiri atau gue sedang ribet dengan urusan lain. Kalo sekedar membantu, gue pasti bantu sebisanya. Tapi gue gak mau ANGKAT bagasi penumpang sendirian kecuali kepepet. Sorry-sorry aja nih, gue pramugari. Bukan porter! Yah, tapi gue gak ngomong gitu juga sih di depan penumpang gue. Biasanya kalo gue gak mau, gue bakal menolak sesuai dengan yang diajarkan instruktur gue di grooming and etiquette class ‘maaf Ibu, silahkan diangkat disebelah sini. Saya sudah sediakan tempat.’Biasanya gue langsung ngacir ke tempat yang udah gue siapin. Kalo toh si Ibu masih ngeyel, gue biasanya bilang ‘bisa saya bantu, tapi kita angkat berdua ya Ibu.’ Kalo masih gak mau juga, panggil ground staff. Jadi kalo toh dia complain karena gue gak mau angkatin barang doi yang segede gaban, gue gak bakal kena hukuman karena di job desk gue memang gak ada tulisannya bahwa gue harus angkatin barang penumpang. Jadi pramugari itu susah, gak hanya karena harus berurusan dengan safety, tapi juga masalah service ke penumpang. Siapa yang masih berani menyepelekan profesi gue? #Lagian gue heran, kalo emang ngerasa gak bisa angkat barang ke headrack, kenapa juga maksa buat dibawa? Dibagasikan ke kargo gampang toh?
Kalau masalah tegur-menegur penumpang yang menggunakan handphone, gue punya satu kejadian yang hingga melibatkan security.
Gue : “Maaf Bapak, telfon genggamnya bisa dimatikan sekarang?”
Bapak : “Bentar Mbak! Saya lagi nelfon keluarga saya ngabarin kalo pesawat sialan ini delaylagi!”
(Gue tinggal 1-2 menit buat rapi-rapi headrackkarena udah mau tutup pintu. Pas gue cek, ternyata masih telfonan.)
Gue : “Maaf Pak, telfon genggamnya sudah bisa dimatikan sekarang?”
Bapak : “BENTAR MBAK! MBAK TAU BENTAR GAK? Ini masalah nyawa, tau gak? Anak saya lagi operasi sekarang, dan saya telat nemenin anak saya di operasi gara-gara telat! Ngerti kamu?!”
Gue : “Iya Bapak, saya sangat mengerti, saya turut menyayangkan kejadian ini. Tapi, dengan Bapak menggunakan handphone di pesawat, Bapak tidak hanya membahayakan keselamatan Bapak, tapi semua penumpang dan air crew di pesawat ini. Jadi saya mohon kerjasama Bapak untuk mematikan telfon genggam Bapak sekarang.”
Bapak : “ALAAH! Saya berkali-kali naik pesawat dan pake HP, gak pernah tuh pesawatnya kenapa-napa!”
(Gue menunjuk tulisan dihadapannya mengenai dasar hukum penggunaan telfon genggam yang dianggap membahayakan penerbangan.)
Gue : “Maaf sebelumnya, silahkan dibaca Pak. Saya hanya menjalankan prosedur. Terimakasih.”
Gue tinggal lagi untuk menghitung jumlah penumpang. Pas gue lewatin tempat duduk si Bapak, ternyata si Bapak masih pake telfon. Gak pake ngomong apapun, gue ke depan dan lapor ke FA 1 gue. FA 1 gue panggil pihak security. Setelah security yang menegur, baru si Bapak mau mematikan telfon genggamnya. Gue sih gak mau rempong, kalo ada penumpang bandel yang menyepelekan pramugari gue langsung menyerahkan ke security atau ground staff.
Balik lagi ke masalah Mbak Sri dan Pak pejabat. Kalo dihubungkan dengan hukum sebab akibat, pasti ada alasan logis dibalik kejadian ini. Kenapa Pak pejabat marah-marah, kenapa Mbak Sri menegur Pak pejabat berkali-kali (Ini jelas alasannya untuk keselamatan penerbangan), kenapa Pak pejabat sampai ‘khilaf’ gampar Mbak Sri pakai koran. Pasti ada alasan dari segala ‘KENAPA’ tadi. Berhubung gue gak jadi saksi langsung dari kejadian tadi, jadi gue gak bisa benar-benar menjudge ‘ooh, dia yang salah’ atau ‘ooh, dia yang bener’. Yang jelas, penggunaan telfon genggam di dalam pesawat akan sangat mengganggu system komunikasi dan navigasi pesawat. Contoh nyata aja kalo lo telfonan di dekat TV, gambarnya jadi rada ajojingan dan suaranya jadi kresek-kresek dangdut kan? Lagipula, kalo emang gak berpengaruh, gak bakal sampai dibikin aturan dan dasar hukumnya. Gue gak membela Mbak Sri karena gue kurang setuju dengan cara penyampaiannya. Gue juga gak membela Pak pejabat, jelas-jelas dia melanggar aturan. Tapi yang mau gue tekankan, pramugari hanya menjalankan prosedur. Gak sepantasnya kami menjadi korban. Bener ga?