![]() |
Sumber : disini |
Beberapa hari lalu ada seorang junior yang minta waktu untuk curhat. Dia punya sedikit masalah sebagai pramugari. Intinya ia ingin resign dan kembali ke kampung halamannya. Padahal sebelum menjadi pramugari, ia meninggalkan bangku kuliahnya yang sebenarnya tinggal beberapa semester lagi. Gue sudah bisa melihat bahwa ia masih sangat labil dalam mengambil keputusan. Tapi gue tidak serta-merta memarahinya. Kalau saja ia adik gue, tentu gue akan memperlakukannya berbeda. Bisa dibilang gue sangat keras dan gue ingin adik-adik atau keponakan gue mencontoh gue. Mengerti komitmen dan tangguh menghadapi dunia yang sesungguhnya.
Sebut saja ia Tiki. Ia adalah pembaca blog gue dan kami cukup sering bertukar pesan singkat. Tiki tidak kuat menghadapi senioritas di perusahaannya serta tekanan-tekanan lain dari atasan. Ia bingung antara ingin menyerah atau bertahan. Hatinya lebih condong untuk menyerah, namun ia meminta pendapat gue untuk pertimbangan.
“Semua pramugari pasti pernah jadi junior. Sebelum mereka jadi senior yang galak-galak itu, mereka juga pernah jadi junior kaya kamu dan kena marah senior-seniornya. Ada masanya. Suatu saat nanti toh kamu akan berada di posisi mereka,” kata gue. Gue pun bercerita, satu bulan pertama gue pernah menangis dan hampir saja pulang ke Bali.
“Terserah kamu. Yang dulu mau jadi pramugari itu kamu kok. Yang jelas, Ibu dan Bapak gak punya uang buat bayar penalty kamu dan biayain hidup kamu. Kalau kamu resign, kamu harus punya back-up plan. Kamu mau kerja apa untuk bertahan hidup? Terus apa kamu gak malu sama orang-orang? Baru merantau beberapa bulan, pulang gak bawa hasil? Menyerah gitu aja?” itulah cambuk dari Ibu yang bikin gue menelan kembali niatan gue untuk resign. Meski ada perasaan terpaksa karena gue tau gak bakal ada yang mau bayarin penalty dan juga biaya-biaya gue lainnya untuk hidup. Tapi bertahun-tahun kemudian gue bersyukur, jika bukan karena Ibu yang mendidik gue begitu keras untuk bisa dewasa dan menjadi wanita yang berprinsip, mungkin gue gak bakal ada di posisi seperti sekarang. Kalau Ibu gue memanjakan gue, bisa saja hari ini gue luntang-lantung sebagai kasir Indomaret yang suka minta donasi gak jelas.
“Orangtua udah bolehin aku pulang Mbak. Aku mau kuliah lagi. Aku yakin kok bisa bikin mereka bangga meski gak jadi pramugari,” jawab Tiki ketika gue tanya pendapat orangtuanya mengenai keputusan pulang kampung ini.
Tiki harus bersyukur, ia lahir di keluarga berkecukupan. Orangtuanya tidak akan mempermasalahkan uang selama anaknya senang. Itu tidak akan pernah terjadi di keluarga gue. Gue diajarkan untuk mendapatkan barang-barang yang gue inginkan dengan usaha gue sendiri. Jangan heran dari SMP gue suka jualan barang apapun yang bisa dijual. Jangan juga heran saat gue SMA gue pernah menjadi kasir tempat futsal, penyiar, agen MLM bahkan SPG provider pulsa. Gue terbiasa mencari uang tambahan untuk membeli keperluan lain yang gue inginkan seperti baju, sepatu bahkan laptop.
“Semua orangtua pada dasarnya pasti ingin anak-anak mereka bahagia. Namun biasanya mereka punya cara yang berbeda-beda. Kamu sudah besar. Silahkan kamu tentukan sendiri pilihan kamu sekarang. Kalau kamu yakin, bisa membuat mereka bangga dengan mundur dari posisimu sekarang go ahead. Aku dan kamu berasal dari cara didik yang berbeda. Yang paling penting sekarang adalah, pikirkan keputusanmu baik-baik. Cari cara untuk membahagiakan orangtuamu. Mereka tidak hidup selamanya. Good luck!”
Beberapa hari kemudian gue tahu ia sudah kembali pulang ke Jogja.
Perlu gue tekankan, gue bukanlah manusia sempurna. Gue juga pernah di posisi desperate, entah karena tidak tahan dengan senior-senior yang kadang suka sok gagah dengan ngomel ini itu dengan tutur kata yang sepatutnya kena sensor. Entah karena kangen keluarga dan tidak bisa pulang di hari raya atau libur sekolah. Bahkan gue pernah depresi karena macetnya Jakarta. Konyol memang. Tapi gue punya orang-orang yang selalu sukses memotivasi gue untuk bangkit dan tegak berdiri. Keluarga. Mereka adalah orang-orang yang ingin gue buat bahagia, yang ingin gue rubah kehidupannya, yang ingin gue buat bangga dengan pencapaian gue.
Teruntuk para wannabees, ingat kembali kenapa kalian ingin menjadi seperti kami. Apa alasan terkuatmu untuk menjadi pramugari. Alasan itu haruslah sangat-sangat kuat, agar suatu saat jika kalian jatuh, alasan tadi lah yang akan membuat kalian bangkit kembali. Menjadi pramugari itu sulit. Mempertahankan posisi ini pun tidak kalah sulit. Namun percayalah, seburuk apapun hidupnya nantinya, langit akan tetap indah diatas sana.