Sabtu, 10 Agustus 2013

Maka Gue Memperjuangkan Mimpi



               Malam minggu kali ini gue habiskan buat ngegalau dan blogwalking. Eh, gue juga suka blogwalking loh! Penulis gak akan bisa memperbaiki tulisannya kalo gak suka membaca. Ngegalau karena gue udah seminggu gak ketemu pacar gue, dan gue blogwalking ke blog pelajar absurd : Kevin Anggara. Penulis novel Student Guide Book for Dummies ini ternyata masih bocah banget bo! Gue kaget juga umur segitu udah bisa melahirkan blog yang keren dengan kualitas tulisan yang gak kalah keren. I mean, kalo dibandingin sama tante peyot kaya gue yang blognya kaya buatan anak SD sih, udah kaya langit dan jamban deh! Tulisan gue kaya e’ek semua…
Ini dia bukunya si Kevin yang udah cetak-publish.

                Nah, yang gue kagumi dari penulis bocah absurd ini adalah : diumurnya yang semuda itu dia udah berhasil menjadi penulis. Ya, the real one. Bukan kaya gue yang Cuma nulis abal-abal di blog sederhana gue. Bukunya udah terbit dan tinggal menunggu waktu *dan kondisi dompet* buat gue beli. Gue sempet baca postingan INI di blognya yang menceritakan perjalanannya menulis blog. Kemudian postingan INI tentang tawaran yang datang dari salah satu penerbit untuk menerbitkan bukunya. Gue ngiri *sumpah, gue NGIRI* karena tau ada beberapa orang seperti Kevin dan Raditya Dika yang blognya sukses sehingga ditawari oleh penerbit itu sendiri. Berbeda banget dengan gue yang berusaha buat menerbitkan buku, tapi gak bisa tercapai sampai sekarang.
                Biar gue ceritakan tentang usaha gue untuk impian yang satu ini.
                Gue sangat suka menulis. Gue jatuh cinta, lebih tepatnya. Gue bisa menulis 1 naskah teater dalam satu minggu. Gue bisa membuat 1 naskah film pendek dalam satu bulan. Ini tentu gak semudah menulis postingan di blog. Kalo gue bisa menulis 1-3 postingan dalam 1 hari, maka gak demikian dengan naskah teater ataupun film. Di teater, lo harus mempertimbangkan setting lokasi panggung yang gak bisa dirubah dengan mudah. Belum lagi karena komunitas teater gue semasa SMA agak minim pemeran pria, gue harus menyesuaikan isi naskah dengan jumlah dan kemampuan para pemain gue *gue rangkap jadi sutradara soalnya*. Dan di film, lo harus memikirkan hal kurang lebih sama, tapi lebih complicated. Lo harus menuliskan kapan naskah itu diambil diluar ruangan (atau biasa ditulis dengan sandi EXTERNAL) atau didalam ruangan (dan biasa ditulis dengan sandi INTERNAL). Belum lagi lo harus menuliskan dengan jelas setiap detil yang ada, example :
1.       INT – Toilet umum pria. Siang.
-          Toilet disetting berantakan dan jorok. Tissu bekas bertebaran dimana-mana. Lantai becek. Banyak corat-coret di dinding. Sepasang remaja masuk terburu-buru, seragam SMA.
Cowok 1       : “Gue udah gak tahan!!!”
Cowok 2       : “Gue apalagi!!”
Cowok 1       : “Buka baju lo sekarang!”
Cowok 2       : “Loh? Kok buka baju? Gue gak tahan mau boker!”
Cowok 1       : “Oh, sori. Gue kira lo gay. Muka lo sange amat.”

                Contoh simplenya seperti itu. Gue juga gak mempelajari dunia tulis menulis secara mendalam.  Contoh penulisan naskah film itu gue dapat dari pengalaman gue sering bantu pembuatan film dari Sang Karsa production yang aktif membuat film indie untuk diperlombakan di festival film pendek dalam dan luar negeri.
                Ya, gue sangat suka menulis. Kalo udah di depan laptop dan menulis, gue bisa menghabiskan berjam-jam dan menghasilkan tulisan-tulisan gak penting untuk kemudian hanya menghuni memory netbook gue. Bahkan setelah menjadi tante-sok-sibuk dengan schedule terbang gue yang gempor-gila belasan jam di dalam pesawat, gue tetep menyempatkan diri untuk terus menulis. Kalo biasanya pramugari lainnya menghabiskan waktu untuk istirahat mereka untuk tidur atau nge-mall di daerah yang kami kunjungi, gue menambahkan aktivitas baru ‘menulis’ sebagai tambahan.  Contohnya, gue landing jam 7 pagi di Merauke setelah menghabiskan 6,5 jam perjalanan dari Jakarta. Gue bakal tidur sebentar buat menghilangkan jetlag *secara schedulenya dari tengah malem ketemu pagi buta* dan setelah itu tenggelam dalam tulisan. Ada aja yang gue tulis. Gue gak pernah kehabisan hal untuk gue ceritakan dalam bentuk tulisan.
                Nah, karena hobby yang satu ini, gue kemudian bercita-cita untuk menjadi penulis. Gue akan menjadi ibu rumah tangga sekaligus menjadi penulis. It was cool! Gue pun berusaha membawa naskah gue langsung ke salah satu penerbit populer. Baca ulang kata ‘langsung’. Ya, gue bener-bener membawa sendiri naskah itu saking semangatnya.  Kesasar kesana kemari dengan motor Scorpio pacar gue masuk ke kawasan Haji Montong. Setelah hampir 2 jam berkelana dengan pangeran unyu-unyu gue, akhirnya gue sampai juga disana. Sebelum gue turun dari motor, gue berdoa. Gue sangat jarang berdoa, tapi kali itu gue berdoa, entah kepada siapa. Gue berdoa agar jalan gue dimuluskan. Naskah gue cepet terbit sebelum cuti gue di bulan September dan sebelum pernikahan gue di bulan Februari.
                Dengan gugup gue masuk ke dalam gedung bernuansa rumah itu. Setelah bertemu dengan Mbak Resepsionistnya, gue merelakan naskah gue dititipkan disana. Gak lupa gue mengecup penuh kasih sayang kepada naskah gue dan menyampaikan betapa berharapnya gue agar naskah gue bisa diterbitkan.
                Gue pulang. Ya, setelah bersusah-payah membawa langsung naskah itu, gue pulang dengan mudah. Gue merasa lebih plong ketika membawanya langsung, bukan dengan sekedar mengirimkannya melalui agen pengiriman. Gue sangat bersemangat, sehingga ditengah kesibukan gue terbang, gue rela bertualang dibelantara Jakarta untuk mencari alamat penerbit favorit gue itu.
                Sebulan. Gue menunggu sebulan, dan gak ada kabar, bahkan kabar buruk sekalipun. Gue menunggu dua bulan masih belum ada kabar. Gue deg-degan, waktu cuti gue semakin dekat, dan pernikahan gue tinggal 7 bulan lagi. Gue sempet dianjurkan untuk mencoba membawa naskah ke tempat lain, tapi entah lah. Gue masih sangat berharap dengan penerbit yang satu ini. Gue mencoba menunggu dua minggu lagi. Dari tertanggal 31 Mei 2013 gue membawa naskah gue, dan sampai saat ini belum mendapat kabar bahwa naskah gue bakal diterbitkan.
                Gue tentu kecewa dan sangat menggalau. Ada beberapa orang yang hidupnya sangat mudah, apa yang ia inginkan bisa didapat dengan mudah. Tapi gue engga. Gue menunggu 2,5 bulan. Dan bagi gue, itu waktu yang lama. Tapi ditengah kegalauan gue, tiba-tiba gue merenung.
                ‘Ternyata begini rasanya….’
                Rasanya apa? Kalian pasti bertanya-tanya. Ya, rasa kecewa. Apa yang kita begitu inginkan, tidak bisa kita dapatkan dengan mudah. Perasaan yang sama pada kalian FA wannabees yang mencoba beberapa kali perekrutan dan gagal terus-menerus. Perasaan kecewa, putus asa, ingin menyerah. Gue yakin, perasaan kita pasti sama. Gue bisa dengan mudah lolos tes di maskapai gue saat ini, tapi itu bukanlah cita-cita gue. Sementara kalian yang benar-benar menginginkan profesi ini, perlu perjuangan berat untuk bisa menjadikannya kenyataan. Kita sama, teman. Kalian boleh iri sama gue, maka gue boleh iri dengan Kevin Anggara dan penulis-penulis hebat lainnya. Gue boleh kecewa, gue boleh putus asa…
                ‘Tapi gue gak akan berhenti memotivasi diri gue untuk memperjuangkan apa yang menjadi mimpi gue. Karena sekali lagi, bukanlah cita-cita jika tidak diperjuangkan dengan sekuat tenaga.’
                Baiklah, demikian postingan terakhir gue dimalam minggu yang galau ini. Mudah-mudahan bisa memotivasi kalian juga, untuk mimpi apapun yang ingin kalian perjuangkan. Cemungut ya cemaannss!