Akhir-akhir ini gue ngegalau lagi. Hore! Gue berhasil membuktikan eksistensi gue sebagai miss galau karena belakangan ini banyak yang meragukan tingkat kegalauan gue yang dirasa makin menurun. Ini tidak bisa dibiarkan!!! Jangan sampai ada yang merebut tahta gue di ranah pergalauan. #ini gue ngomong apa seehhh?
Well, kali ini gue ngegalau karena makin banyak aja yang nasihatin gue masalah perbedaan agama antara gue dan pacar gue. Gue jadi sedih. Ya, dan galau tentunya. Gue gak mau berganti titel jadi pramusedih, kesannya ngenes amat. Bagi gue, galau lebih bergengsi daripada sedih. #tuh kan, gue mulai out of the topic lagi.
Jadi, salah satu senior gue pernah bilang...
'Pacaran beda agama itu mustahil banget. Apalagi buat dipake serius sampe nikah. Lo liat kan Lidya Kandau sama Jamal Mirdad? Akhirnya bubar juga!'
Dasar gue anak alay yang doyan ngegalau, gue jadi gampang banget terhasut. 'Iya ya? Mending udahan aja apa ya?'
Tapi sukurnya, setiap gue denger suara Maherda, even hanya lewat telepon, gue berasa dibisikin, 'Kita pasti bisa, sayang'. Dan gue merasa mendapat dorongan lagi. Gue harus belajar gak mengharapkan dukungan dari orang lain. Gue harus belajar untuk gak mudah terpengaruh. We're talking about the marriage, gimana bisa gue pengen nikah tapi masih gampang dihasut orang?
Gue mulai berpikir, ada apa dengan hubungan beda agama? Then I see, beda agama berarti beda cara. Ambil contoh, di Hindu, gue memuja dewa-dewa. Di muslim, mereka menghormati para nabi. Di Hindu, gue gak dilarang makan babi. Di muslim, babi malah diharamkan. Dan masih banyak perbedaan lainnya lagi. Tapi gue gak menemukan hal yang salah dengan perbedaan itu. Bagi gue, kita tetap memuja 1 Tuhan. Bagi gue, kita dilarang berbuat jahat, dan dianjurkan berbuat baik, and so on. Kalaupun gue gak bisa menerima Maherda yang gak makan babi, itu berarti ada yang salah dengan gue. Itu kan kepercayaannya. Kadang, justru yang menghancurkan hubungan kita adalah egoisme sialan yang tidak kita sadari.
Gue mulai merenung, apakah Maherda bisa menerima gue dengan Hindu yang gue anut. Dan jawabannya : SANGAT IYA! Dia gak pernah terlihat jijik ketika gue makan daging babi. Dia gak pernah protes dengan harum dupa yang gue nyalakan setiap sembahyang. Dan dia sangat mendukung gue untuk meningkatkan kualitas kedekatan gue dengan Tuhan, tentu dengan cara Hindu. Hebatnya, dia bahkan tidak pernah meminta gue untuk pindah ke agamanya. Karena dia memiliki kesadaran yang sama bahwa semua agama itu sama. Dan dia bisa menerima itu. Ralat, dan kami bisa menerima itu. Yang harus kita risaukan adalah pihak keluarga yang mungkin masih berfikir bahwa perbedaan agama itu tabu untuk dipertahankan, dan mulai menuntut adanya persamaan. Tapi gue yakin, selama KAMI BERDUA masih sama-sama menghargai agama masing-masing, semuanya pasti bisa kami perjuangkan.
So, bagi pasangan-pasangan beda agama dimanapun kalian berada. Mudah-mudahan kalian bisa berjuang bersama. Bagi gue, agama ya agama. Kita ya kita. Yang menikah itu kita, bukan agamanya. Jangan pernah menyalahkan kalau agama kita berbeda. Dan kalaupun hubungan kalian harus kandas, gue yakin, itu bukan karena agama. Itu pasti karena perbuatan kita juga. Karena gue percaya, agama gak punya salah apapun dalam hubungan kita.
Ketika orang lain berusaha menjatuhkan semangat kita, lo harus berani ngelawan. Ketika akhirnya hubungan lo kandas, lo harus bisa instropeksi. Dan jangan pernah berkaca dari hubungan yang gagal, itu cuma bakal menjatuhkan semangat. Perjuangkan apa yang kita cintai, karena hidup kita yang tentukan!